Menurut Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, kasus korupsi yang dilakukan oleh Prasetyo terjadi pada tahun 2017. Saat itu, Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I membangun jalur kereta api Besitang-Langsa dengan anggaran senilai Rp1,3 triliun yang berasal dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
“Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, PB memerintahkan kuasa pengguna anggaran untuk memenangkan 8 perusahaan dalam proses tender atau lelang,” ujar Abdul Qohar pada Minggu (3/11/2024) malam.
Abdul Qohar juga mengungkapkan bahwa sistem lelang yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan dan tidak dilengkapi dengan dokumen pengadaan yang telah disetujui pejabat teknis. Hal ini menyebabkan jalur kereta api menjadi amblas dan tidak dapat digunakan.
“Pada akhirnya, jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah sehingga tidak dapat berfungsi,” tambahnya.
Abdul Qohar juga menyebutkan bahwa Prasetyo diduga menerima fee senilai Rp2,6 miliar dari sebuah perusahaan. Kerugian negara akibat perbuatan Prasetyo diperkirakan mencapai lebih dari Rp1,1 triliun.
“Setelah dilakukan pemeriksaan selama 3 jam, penyidik menetapkan PB sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup,” jelas Abdul Qohar.
Prasetyo dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.