Mengamati Letak Duduk Anwar Usman Paman Gibran Paling Ujung pada Putusan MK Hapus Presidential Threshold

Photo of author

By Bahjah Jamilah

BahasViral.com – JAKARTA – Hakim Konstitusi Anwar Usman duduk paling ujung pada sidang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo yang tersebut memutuskan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan juga delegasi presiden atau presidential threshold. Sidang dijalankan pada Gedung MK, Ibukota Pusat, Kamis (2/1/2025).

Posisi duduk paman Gibran Rakabuming Raka itu paling ujung, pada sebelahnya Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh. Diketahui, 2 hakim MK ini melayangkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion di putusan perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang tersebut menghapus presidential threshold.

Kemudian, di dalam samping Daniel atau persisnya ketiga dari kanan ada M Guntur Hamzah, Arief Hidayat, dan juga sikap sedang ada Ketua MK Suhartoyo. Di sisi kiri Suhartoyo ada Saldi Isra, Enny Nurbaningsih , Arsul Sani, juga pada ujung kiri ada Ridwan Mansyur.

Diketahui, MK mengabulkan gugatan Nomor 62/PUU-XXI/2023 tentang persyaratan ambang batas calon kontestan Pilpres atau presidential threshold. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Norma yang tersebut diujikan oleh para pemohon yakni Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang digunakan menyatakan pasangan calon diusulkan oleh partai kebijakan pemerintah atau gabungan partai kebijakan pemerintah partisipan pemilihan umum yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah total kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari pengumuman sah secara nasional pada pemilihan raya anggota DPR sebelumnya.

Namun, akibat gugatan itu dikabulkan, MK menyatakan Pasal 222 bertentangan dengan UUD 1945. “Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan UUD 1945 kemudian bukan mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Suhartoyo.

“Memerintahkan pemuatan putusan ini pada berita Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana mestinya,” tambahnya.

Diketahui, perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 diajukan Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, pemohon menyatakan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melanggar batas open legal policy lalu bertentangan dengan UUD 1945.

Pemohon juga menyatakan presidential threshold pada Pasal 222 bertentangan dengan moralitas demokrasi.

Leave a Comment