BahasViral.com – JAKARTA – PT Pertamina Hulu Daya (PHE) berusaha mencapai untuk mereaktivasi sebanyak 798 sumur minyak yang menganggur (idle wells) sepanjang 2025. Reaktivasi sumur-sumur yang tak bergerak yang disebutkan merupakan salah satu upaya subholding upstream Pertamina itu untuk meningkatkan produksi minyak yang dimaksud pada 2024 mencapai 400.000 barrel oil per day (bopd).
Reaktivasi sumur tak bergerak telah lama dijalankan PHE sejak 2021 yang ketika itu jumlahnya mencapai 585 sumur. Reaktivasi juga berlanjut pada tahun 2024 di area mana tercatat sebanyak 962 sumur yang mana direaktivasi.Vice President Operational & Project PHE Benny Sidik mengatakan, untuk reaktivasi sumur-sumur menganggur tersebut, pihaknya akan menggandeng mitra.
“Ada 100 mitra yang terlibat sosialisasi. Harapannya, kami mampu mendapat mitra yang tersebut solid, baik secara teknologi, kompetensi, dan juga keuangan,” ujar Benny ketika menjadi pembicara di dalam webinar bertajuk “Migas Sebagai Pilar Swasembada Energi: Tantangan dan juga Solusi Pengembangan Lifting”di Jakarta, Selasa (4/2/2024).
Benny menambahkan, selain reaktivasi sumur iddle, upaya lain yang diadakan PHE untuk meningkatkan produksi adalah dengan menerapkan enhanced oil recovery (EOR). Hingga ketika ini, kata dia, PHE telah dilakukan menjalankan sebanyak 72 proyek EOR. Benny mengatakan, fokus utama PHE pada 2025 di tempat antaranya memulai Proyek Minas A dengan target start injection pada Desember 2025. Kemudian, implementasi steam flood pada NDD stage 1-2 di tempat Duri, inisiatif Minas D, juga pilot EOR Rama.
Pengembangan proyek EOR PHE yang dimaksud menurut beliau mendapat dukungan dari Kementerian Tenaga kemudian Narasumber Daya Mineral (ESDM) melalui Tim Kerja (Pokja) EOR. Saat ini, kata dia, sudah ada ada surat perintah terkait percepatan implementasi EOR.
Terkait relatif tingginya biaya untuk implementasi EOR, Benny berharap pemerintah mampu memberikan tambahan insentif untuk proyek EOR yang dimaksud akan dijalankan.
Terkait dengan itu, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Minyak serta Gas Bumi (SKK Migas) Luky Yusgiantoro mengatakan, pihaknya berada dalam berdiskusi dengan Kementerian ESDM mengenaidukungan insentif fiskal EOR. Dia menegaskan bahwa SKK Migas membantu insentif fiskal untuk proyek EOR. “Komersialnya tiada hanya saja pilot project, tapi berapa sejumlah keperluan surfaktan juga sebagainya. Hal ini yang digunakan sedang dikaji, dipantau tiada cuma Kementerian ESDM, tapi pokja-pokja,”jelasnya.
Benny mengatakan, pada waktu ini PHE menjalankan wilayah kerja migas yang mana sebagian besar telah lama berusia di tempat menghadapi 30 tahun atau biasa disebut lapangan tua (mature). Untuk memproduksikan kemungkinan minyak dari lapangan-lapangan tua ini dibutuhkan penanaman modal yang digunakan cukup besar, antara lain untuk meningkatkan infrastruktur yang tersebut telah uzur. “Perlu pembangunan ekonomi sangat besar untuk upgrade aging facilities sehingga dapat memulihkan produksi menjadi lebih tinggi optimal,”jelasnya.
Kondisi lapangan yang dimaksud tidak ada ekonomis yang disebutkan memacu PHE mengusulkan ke pemerintah untuk dilakukannya perbaikan fiskal sehingga pihaknya dapat memaksimalkan kemungkinan lapangan-lapangan minyak tersebut. Perbaikan fiskal itu sebagai skema bagi hasil yang dimaksud lebih besar baik, sehingga operator pada hal ini PHE dapat mempertahankan produksi juga menggali sumber daya lainnya yang berpotensi meningkatkan kekuatan ketahanan energi nasional.
Persoalan lapangan migas Indonesia yang dimaksud rata-rata sudah berusia tua itu dibenarkan oleh Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro. Dia mengatakan, sebanyak 52% dari 75 wilayah kerja migas produksi yang tersebut bergerak tergolong pada lapangan tua alias mature field. “Lima tahun terakhir 40-45% produksi minyak nasional diproduksi oleh lapangan yang dimaksud sudah ada berproduksi selama 50 tahun,”tuturnya.
Untuk mengaktifkan kembali lapangan migas yang telah tua itu diakuinya membutuhkan biaya cukup besar sehingga aspek keekonomian menjadi faktor utama pada pengambilan keputusan. “Hal ini berkaitan dengan model bidang usaha lalu skema kerja mirip dengan mitra, yang kerap kali miliki sudut pandang berbeda. Apakah pembangunan ekonomi ini cukup layak? Itulah tantangan utama yang dimaksud dihadapi,” tuturnya.