BahasViral.com – JAKARTA – Menyusul terjadinya gejolak terkait distribusi LPG 3 kg belum lama ini, yang kemudian disertai kebijakan meningkatkan status pengecer menjadi pangkalan LPG resmi guna memperluas distribusi, pemerintah diminta menindaklanjutinya dengan melakukan kontrol dan juga pengawasan yang tersebut ketat.
Pengamat energi Sofyano Zakaria mengatakan, hal itu mutlak dijalankan karenasejatinya barang bersubsidi seperti LPG 3 kg yang tersebut telah terjadi diperdagangkan secara bebas harus diawasi, lantaran berkaitan dengan subsidi negara.Terlebih,mata rantai distribusi sekarang ini ditetapkan hanya sekali melalui agen serta pangkalan LPG 3 kg yang terdaftar resmi.
“Hal ini mutlak harus dipertahankan, lantaran ini terbukti paling bisa jadi diawasi juga pada kontrol oleh pemerintah. Ketika ada pihak yang tersebut memperjualbelikan LPG 3 kg di tempat luar mata rantai distribusi yang tersebut ditetapkan di peraturan yang tersebut berlaku, maka itu dapat dikatakan ilegal kemudian harus ditindak,” kata beliau melalui keterangan tertulis, hari terakhir pekan (7/2/2025).
Sofyano yang dimaksud juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menambahkan, ketentuan pemerintah pada hal ini Perpres No. 104 Tahun 2007 yang menetapkan bahwa pengguna yang digunakan berhak melawan LPG 3 kg adalah rumah tangga kemudian perniagaan mikro, harus ditegakkan dengan benar. Dalam hal ini, lanjut dia, pemerintah melalui aparat penegak hukum seharusnya menindaktegas ketika ada pihak-pihak pada luar pengguna yang berhak tadi membeli atau memperdagangkan LPG 3 kg.
Sofyano mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk menambah pangkalan-pangkalan LPG 3 kg baru dengan meninggal status para pengecer. Hal itu menurutnya memang sebenarnya diperlukan agar penduduk yang dimaksud berhak mampu dengan mudah memperolehLPG bersubsidi. Bahkan, ia berharap pemerintah mampu menyiapkan adanya pangkalan di dalam setiap rukun tetangga (RT) yang digunakan dapat melayani maksimal 100 kepala keluarga (KK).
“Dan persyaratannya pun harus dipermudah, misalnya cukup hanya saja dengan mempunyai KTP, tempat jualan yang tersebut menetap, surat keterangan domisili dari kelurahan atau desa, dan juga persyaratan lainnya yang mana relevan,” paparnya. Hal itu menurutnya sejalan dengan acara OVOO (One Village One Outlet) yang digunakan dimiliki Pertamina yang tersebut menurutnya mampu membantu mewujudkan kesetaraan dalam tiap desa, bahkan dusun.
Lebih lanjut, terkait nilai tukar eceran tertinggi (HET) yang digunakan ditetapkanpemerintah wilayah (pemda), Sofyano menilai Kementerian ESDM harus berperan sebagai lembaga tertinggi yang mana berhak memberikan persetujuan final. Kewenangan memutuskan naik atau tidaknya HET pangkalan menurutnya harus tetap saja ada pada tangan menteri ESDM dan juga tidak pemda. Menurut dia, sudah ada saatnya pemerintah juga mengoreksi besaran nilai tebus LPG 3 kg dari agen ke Pertamina yang dimaksud sebesar Rp11.588/tabung, yang tersebut belum berubahsejak diluncurkannya inisiatif konversi minyak tanah ke LPG 3 kg.
“Koreksi nilai itu bukan harus dengan meningkatkan HET nasional, lantaran kenyataannya HET pangkalan yang mana ditetapkan pemda juga telah naik sangat jauh dari HET nasional, rata rata sekitar 35%,” pungkasnya.