BahasViral.com – SURABAYA – Menjelang peresmian Danantara pada 24 Februari 2025, super holding BUMN ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan juga daya saing sektor ekonomi nasional, mirip dengan model Temasek Holdings di area Singapura. Danantara akan mengurus aset tujuh BUMN besar dengan nilai total Rp14.715 triliun.
Pengamat Hukum lalu Pembangunan, Hardjuno Wiwoho mengingatkan, kemungkinan risiko yang mana sanggup muncul, khususnya apabila mengamati pengalaman buruk skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI ) pada krisis perekonomian 1998.
Meskipun pembentukan Danantara menyebabkan harapan baru bagi pengelolaan aset negara, namun pengalaman traumatis BLBI menunjukkan bahwa pengawasan ketat harus menjadi prioritas utama.
“Dalam perkara BLBI, kita meninjau bagaimana dana negara dapat disalahgunakan akibat lemahnya pengawasan juga intervensi urusan politik yang mana kuat. Jika Danantara tiada dikelola dengan transparansi kemudian akuntabilitas tinggi, ada risiko skenario mirip terjadi,” ujar Hardjuno di tempat Surabaya, Kamis (20/2/2025).
Dalam skema BLBI, pemerintah mengucurkan Rp144,5 triliun untuk menyelamatkan bank-bank yang tersebut terdampak krisis. Sayangnya, dana yang dimaksud banyak yang tidaklah kembali ke negara akibat penyalahgunaan oleh bankir serta konglomerat yang dimaksud miliki hubungan dengan elite politik.
Hardjuno menilai bahwa skenario mirip dapat terjadi pada Danantara jikalau tidaklah ada mekanisme yang mana jelas pada pengelolaan lalu pelaporan keuangan holding tersebut. Hardjuno mencontohkan, bahwa model Temasek Holdings di area Singapura dan juga Khazanah di tempat Tanah Melayu menunjukkan bagaimana pengelolaan aset negara yang tersebut transparan lalu independen dapat menggalakkan kegiatan ekonomi nasional.
Namun Ia juga mengingatkan bahwa pengalaman Tanah Melayu dengan 1MDB menjadi contoh bagaimana kesalahan di tata kelola dapat berujung pada skandal keuangan berskala besar. “Kasus 1MDB menjadi pelajaran bahwa jikalau ada intervensi urusan politik serta kurangnya pengawasan, holding penanaman modal negara justru mampu menjadi beban sektor ekonomi yang mana berlarut-larut,” tambahnya.
Selain tantangan tata kelola, kebijakan efisiensi yang dimaksud diterapkan untuk membiayai kegiatan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) juga mendapat sorotan. Menurut Hardjuno, apabila efisiensi ini dilaksanakan dengan memangkas anggaran sektor lain, kesejahteraan warga di dalam luar penerima khasiat MBG dapat terancam.
“Perlu kajian lebih besar di terkait dampak pemangkasan anggaran terhadap sektor kesehatan, pendidikan, lalu infrastruktur. Jangan sampai demi satu acara unggulan, sektor lain justru dikorbankan,” ujarnya.